Postingan

:)

23 Oktober 2021 Murahan?  Karena pakaianku?  Atau karena statusku?  Apa mungkin karena perasaanku untukmu?  Sampaikan.  Sampaikan selagi kumasih ada di sini.  Sampaikanlah selagi telinga ini masih ingin mendengarmu.   Sampaikanlah di depanku.  -k-

Hadiah di Ujung Jalan

Seorang teman pernah bertanya di salah satu akun media sosialnya, " Kenapa, ya, Tuhan tidak menciptakan otak yang mudah melupakan? Bukannya segalanya akan lebih mudah, ya? "  Aku sempat tertegun. Pertanyaanya seperti mewakili isi hatiku saat itu. Kuresapi semua kata demi kata yang dia tuliskan di laman media sosialnya, sebelum akhirnya kukembalikan lagi pertanyaan itu ke diriku sendiri. Benar juga. Kenapa Tuhan tidak menciptakan otak yang mudah melupakan saja? Bukankah melupakan jauh lebih mudah daripada mengikhlaskan? Dengan segala kuasa Tuhan, bukankah hal-hal seperti itu mudah saja bagi Tuhan? Rasanya aku seperti di paksa untuk masuk ke dalam permainanNya tanpa pernah tahu dimana ujungnya. Tiba-tiba saja aku dilahirkan di kota A, lalu pindah ke kota B, dan entah bagaimana ceritanya, kini aku ada di kota C, menyaksikan beberapa orang singgah kemudian pergi meninggalkan luka. Ya, namanya juga dinamika kehidupan.  Namun, seiring bertambahnya usia, problematika kehidupan yang

Angin

Aku tertegun saat mendapati angka satu kecil dan hijau dalam sebuah pesan yang kuarsip. Memang belum kulihat pesan dari siapa, namun kupastikan itu dari dirinya, satu-satunya orang yang pesannya kusimpan sebagai arsip dalam sebuah aplikasi perpesanan yang akhir-akhir ini jarang kubuka.  25 pesan? Aku terkesiap. Berulang kali aku mengerjapkan mata untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi. Benar, memang itu angka 25. Aku tidak salah baca. Angka 25 dalam bulatan hijau yang terdapat di bawah nomornya. Ada apa gerangan? Kabar buruk, kah? Sebelum membukanya, aku memikirkan kemungkinan terburuk, seperti cacian, sumpah serapah, ego, kalimat berputar-putar yang berujung menyalahkan seperti biasanya. Demi Tuhan, aku sudah memintanya untuk mengakhiri ini semua. Aku lelah, dan seharusnya dia juga lelah, bukan? Sudah beberapa bulan ini aku tersiksa dengan semua ini. Lalu apa arti 25 pesan ini? Bukankah kami sudah selesai? Alih-alih membuka pesannya, berbagai pikiran jelek lagi-lagi merajai

Pengakuan

"Dulu gue sesuka itu ya sama lo." disela-sela tawa renyahku, akhirnya aku melontarkan kalimat itu. Sedikit cemas. Tak apa, itu kejadian berbulan-bulan yang lalu. Aku meyakinkan diri.  Hening. Tak ada reaksi apapun. Aku memang tak mengharapkan jawaban apapun. Maksudku, sudah tidak lagi untuk saat ini.  "Haha." Akhirnya dia tertawa memecah keheningan setelah kami sama-sama tertawa atas sikap tolol ku saat naksir padanya, dulu. "Gue kalo suka sama orang, emang suka segitunya." Aku membuka suara.  "Jadi dia first love lu yak?" dia bertanya.  "Iya. Dan lo bisa dibilang second love gue." jawabku.  Dia tertawa keras, "Sialan, gue jadi yg kedua." Aku tertawa mendengarnya. Entah karena kalimatnya, karena tawanya yg selalu menular, atau karena aku yang masih saja merasa senang saat bersamanya? "Tapi lo mengabaikan gue." Ucapku. Terselip rasa sakit saat aku mengatakannya, tapi dengan cepat aku menutupinya. "Gue ga pernah m

Hari Ayah yang Terlambat

 [6 Agustus, 2016] Tak pernah ada hari ayah dalam kamus hidupku. Yang kukenal hanyalah sosok seorang Ibu. Namun hari ini, aku baru menyadari bahwa aku juga masih memiliki seorang ayah. Dialah Ibuku. Ibu sekaligus Ayahku. Seringkali aku berpikir bagaimana perasaan teman-temanku saat mereka harus pulang tengah malam dan merasa khawatir bahwa ayah akan memarahinya. Sedangkan aku, yang terpikirkan hanyalah Ibu. Aku takut di marahi Ibu. Namun aku tak lagi khawatir. Mungkin yang dirasakan adalah perasaan yang sama, bukan? Sama-sama takut dimarahi. Baiklah, untuk pertama kalinya, kuucapkan Selamat Hari Ayah kepada Ibuku yang telah menjadi pengganti Ayahku selama 13 tahun ini. Dan untukmu, Ayahku yang sebenarnya. Aku tak tahu apakah kau masih mengingatku atau tidak. Apakah kau menginginkanku untuk menemani hari tuamu nanti? Apakah kaumasih mengingat nama lengkap dan hari ulang tahunku? Aku tidak tahu. Namun satu hal yang ingin aku katakan padamu. Untuk Pertama kalinya juga dalam hidupku, kuuca

Di Penghujung 2019

Begini, aku baru memahami satu hal. Kauboleh melewatkannya jika memang ingin. Ini perihal pindah hati. Kisah 3 tahun yang lalu, pernah aku sampaikan padamu, bukan? Tahun ini bisa di bilang adalah kisah yang serupa, namun tak sama. Tentu saja, dia adalah dia. Dan kau, aku tetap melihatmu sebagai dirimu sendiri. Yang serupa adalah perasaanku. Aku pernah berada di titik ini, tapi tak bisa dibandingkan. Setiap kisah ada lukanya masing-masing. Aku tidak mengatakan kemarin adalah yang terberat. Enggan aku mengatakan hari ini ternyata sama beratnya.  Jatuh cinta adalah hal yang wajar. Aku tidak tahu kenapa aku jatuh padamu. Dan jika aku memikirkan ini, mari bertaruh, seumur hidup, aku tidak akan mendapatkan jawaban. Namun satu hal yang aku pahami, bagiku, kau menawan. Kau sosok yang mengagumkan. Sudah, cukup sampai di sana. Jika kaumemintaku untuk menjelaskannya lebih detail, aku menyerah. Aku sudah tidak punya daya untuk mengingat kembali hal-hal kecil dan sederhana yang kupungut dari serpih

Akhir Oktober

Pada suatu malam yang dingin, saat kabut mulai menguasai bumi. Dingin dan sepi menyelimuti. Gelap. Hening.  Aku mematung di balik punggungnya. Memeluk rindu yang kian menggebu. Waktu yang terus merayap, mengubah malam menjadi semakin segelap pekat. "Deri, jari lu bagus, ya." Aku memecah keheningan. Dari jutaan kata yang telah kurangkai indah, entah kenapa, malah kata-kata itu yang keluar dari mulutku.  "Bagus, panjang, dan rata." Kataku lagi dengan suara yang mati-matian kutahan agar tak bergetar. "Bagus??? Rata??? Yang begini rata? Palak lu rata??!" Lelaki itu terperangah sambil mensejajarkan jemarinya. Ah, reaksinya itu yang sangat aku rindukan. Diam-diam aku tersenyum di balik helm yang sedang aku kenakan. "Iya bagus. Kayak tuts piano." Ucapku hati-hati. Jemari indahnya masih meggantung bebas di udara. Mengundang tanganku untuk menggenggam tangannya--sekedar untuk menghangatkan jari-jariku yang membeku. Tapi aku urungkan. Kualihkan kedua tanga